Gelap! Elsa tak dapat melihat apapun selain warna hitam. Elsa bingung akan
keberadaannya sekarang. Tangannya terus menjulur ke depan berusaha mencari
pegangan ataupun dinding yang dapat dipakai sebagai pemandu dalam kegelapan.
Pluk! Kaki Elsa menginjak sesuatu yang cair dan lengket. Elsa mengumpat
pelan. Saat itu juga, tangannya juga berhasil memegang sesuatu seperti dinding.
Tapi terasa begitu dingin dan berlendir ketika tersentuh tangannya. Walapun
merasa jijik, Elsa terus meraba dinding itu berharap menemukan saklar lampu.
Klik!Sebuah lampu menyala terang di tengah ruangan itu. Elsa terpaksa
menutup matanya untuk menghindari silaunya nyala lampu itu. Setelah terbiasa
dengan cahaya, Elsa menyapukan matanya mengelilingi sudut kamar itu.
Dinding yang berwarna hijau karena lumut yang berselaput lendir membuat
perut Elsa terasa mual. Lalu Elsa melihat tangannya yang tadi meraba dinding
itu. Lumut dan lendirpun mengotori tangannya. Elsa mundur perlahan menjauhi
dinding yang menjijikkan itu.
Pluk! Kakinya kembali menginjak sesuatu yang terasa cair dan lengket.
Perlahan, Elsa melihat ke arah kakinya yang menginjak sebuah benda berwarna
merah muda dan coklat. Serta... DARAH!
"Aaaaarrrrggghh!" Elsa berteriak ketakutan ketika menyadari bahwa
benda yang Elsa injak tadi adalah kulit manusia. Bau anyir segera menusuk
hidungnya. Elsa berlari menuju satu-satunya pintu yang ada di ruang itu.
"Huh... Huh... Huh..." nafas Elsa memburu begitu Elsa berhasil
keluar dari kamar yang menjijikkan. Tapi Elsa heran, ketika Elsa menjumpai
kamarnya setelah berhasil keluar.
"Apa ruangan tadi bagian dari kamarku?" tanya Elsa pada dirinya
sendiri. Elsapun berbalik untuk melihat pintu tempat Elsa keluar tadi. Tapi
pintu itu telah menghilang. Yang ada hanya dinding warna ungu bermotif tulip.
"Mama? Papa? Dimana kalian?" Elsa mencari orang tuanya keluar
kamar. Hening. Tak ada suara apapun yang terdengar. Elsa merasa rumahnya
berbeda dari biasanya. 'Sejak kapan rumahku ada lorong yang suram dan gelap
seperti ini?' tanya Elsa dalam hati.
Elsa menyusuri lorong panjang itu yang ternyata membawanya menuju dapur.
Ada Papa dan Mamanya disana yang sedang duduk menghadap meja makan yang masih
kosong. Dengan bahagia, Elsa menghampiri mereka.
"Mama! Papa! Aku merindukan kalian." ucap Elsa sambil memeluk
Mamanya. Dingin. Elsa merasa tubuh Mamanya sangat dingin. Elsapun melepaskan
pelukannya dan mundur menjauhi sosok yang ada di depannya.
Kedua sosok itu menoleh pada Elsa yang tengah ketakutan. Mereka menyeringai
memperlihatkan gigi-giginya yang menghitam. Mata mereka jatuh satu-persatu ke
lantai. Menggelinding hingga ke bawah kaki Elsa.
"Peluklah Mamamu, sayang! Hihihi...." ujar sosok itu yang membuat
Elsa tak mampu untuk menggerakkan tubuhnya. Elsa terpaksa melihat kejaElsan
yang membuatnya terasa mual.
Perlahan sosok itu melepaskan kulit manusia mereka hingga hanya terlihat
daging berwarna merah muda dan berlendir. Jantungnya terlihat jelas saat
berdetak. Hati, usus, ginjal, dan semua organ dalam dapat terlihat dengan jelas
di mata Elsa.
Elsapun akhirnya tidak tahan dengan pemandangan di hadapannya. Elsa
memaksakan diri untuk berteriak, sebelum akhirnya Elsa pingsan di depan makhluk
menjijikkan itu.
***
"Aaaaarrrrggghh!"
"Hey, Elsa! Kau kenapa berteriak gitu di sini?" Tanya Maya.
"Ma... Maya?" Elsa mengedip-ngedipkan matanya karena tak percaya
dengan apa yang baru saja Elsa alami. Elsa kini sedang berada di koridor kampus
dengan Maya, sahabatnya. Semua mata menatap heran pada Elsa. Begitu juga dengan
Maya. Elsapun menarik tangan Maya agar segera pergi dari tempat itu.
Menghindari tatapan yang seolah menganggap dirinya gila.
Setelah sampai di ruangan kelas yang kosong, Elsa menceritakan apa yang
baru saja Elsa alami. Maya memperhatikan setiap kata demi kata yang meluncur
dari mulut Elsa dengan seksama tanpa sedikitpun memotong kalimatnya.
"Aku takut, Mar. Aku takut...." Elsa memeluk Maya yang membalas
pelukannya.
Deg! Jantung Elsa terasa berhenti berdetak ketika menyadari Maya terasa
begitu dingin. Sama saat Elsa memeluk Mamanya tadi malam. Elsapun melepaskan
pelukannya dan mundur menjauhi Maya.
"Apa makhluk itu seperti ini, Elsa? Hihihi..." Maya menyeringai
lebar. Peristiwa tadi terlihat lagi di depan matanya. Gumpalan daging merah
muda mengalir ke kaki Elsa. Jantung yang masih berdetak terasa hangat menyentuh
kulitnya.
"Tidak mungkin! Tolooong! Siapapun tolong aku!" teriak Elsa yang
segera meninggalkan ruangan itu. Koridor terlihat sangat sepi. Tak ada orang
lain lagi selain dirinya. Elsapun berlari menuju parkiran.
Perjalanan Elsa menuju parkiran terasa sangat lama. Tak seorangpun yang ia
jumpai, bahkan Elsa semakin tidak mengenali tempatnya berpijak sekarang.
"Dimana aku?" tanya Elsa lirih.
Elsa merasa begitu lelah dan tak dapat mempercayai apa yang Elsa alami. Elsa
bersandar pada dinding. Menelungkupkan tubuhnya dalam Elsam. Elsapun menangis. Elsa
ketakutan dalam kesendirian. Hingga akhirnya Elsapun tak sadarkan diri.
***
Kriiiiing.... Bunyi jam weker memekakkan telinga Elsa. Perlahan Elsapun
membuka mata dan terbelalak ketika menyadari dimana dirinya sekarang.
"Kamar? Bukankah tadi aku sudah ke kampus?" tanya Elsa yang
kebingungan.
"Elsa? Kau sudah bangun , sayang?" tanya seseorang dari balik
pintu. Elsa tahu siapa pemilik suara itu.
"Sudah, Maa." Jawab Elsa singkat. Suara langkah kaki terdengar
menjauhi kamarnya. Elsapun bergegas menyambar handuk dan pergi mandi. Air
dingin terasa segar membasahi tubuhnya.
Setelah semuanya siap, Elsa segera turun dan menghampiri orang tuanya di
meja makan. Senyuman hangat mereka terasa menyejukkan hati Elsa. Mamanya
mengambilkan selembar roti tawar dan mengoleskan selai coklat. Elsa menerima
roti itu dan melahapnya dengan cepat.
"Berangkat bareng Dad atau mau bawa mobil sendiri lagi?" tanya Papa
menawarkan.
"Bareng Dam aja. Elsa merasa kurang enak badan." ucap Elsa tak
bersemangat. Orang tuanya tampak begitu cemas mendengar ucapan Elsa. Mamanya
segera menempelkan tangannya pada kening Elsa.
"Ya sudah. Ayo berangkat! Dad tidak mau kamu sampai terlambat."
ajak Papanya. Elsa hanya menurut dan memasuki mobil Impala Papanya. Sepanjang
perjalanan, mereka hanya Elsam. Elsa sMamak memikirkan mimpinya semalam.
Papa memperhatikan sikap Elsa yang tak seperti biasa. "Kau kenapa sayang?"
tanya Papa dengan nada khawatir. Elsa menatap pada Elsa.
"Aku tak apa, Dad." lagi-lagi Elsa hanya menjawab singkat. Papanya
semakin merasa khawatir dengan perubahan putri semata wayangnya itu. Dengan
satu tangan Elsa mengusap rambut Elsa, sedangkan tangan satunya memegang
kemudi.
"DAD! Awas!" teriak Elsa yang melihat seorang bayi di tengah
jalan. Papanya segera memutar stir sehingga keluar dari jalan dan menabrak
sebuah pohon.
***
Elsa membuka mata. Elsa masih berada di dalam mobil yang berasap. Tapi Elsa
tidak menemukan Papanya di balik kemudi. Elsa mengumpat muak. Semua kejaElsan
ini membuatnya bingung. Elsa tak bisa lagi membedakan antara mimpi dan
kenyataan.
Elsa berusaha keluar dari mobil yang telah remuk itu. Tapi Elsa tak bisa
menggerakkan kakinya yang terasa lumpuh. Elsapun berteriak untuk minta tolong.
Tapi tak seorangpun menggubrisnya.
Seorang pria tua dengan pakaian serba hitam menuju ke arah Elsa. Elsa
berdiri tepat di samping Elsa yang telah lemas. Alam mimpi telah menjeratnya
hingga tak mampu lagi untuk kembali ke alam nyata. Pria itu menatap tajam pada Elsa.
"Siapa kamu?" tanya Elsa lemah.
"Aku Marco. Aku ditugaskan untuk menjemputmu ke alam akhirat."
ucapnya menjelaskan. Elsa lalu membuat sebuah gambar bintang segienap ditengah
lingkaran di atas tanah dan menyuruh Elsa berdiri di tengah gambar itu.
"Kau menipuku, hah? Aku tau itu Devil's trap, perlambang perangkap
iblis. Sedangkan aku bukan iblis dan aku juga belum mati!" Elsa berteriak
mengelak untuk masuk ke lingkaran itu.
Marco mendengus kesal, "Apa kau yakin bahwa kamu masih hidup?"
"Tentu saja!" jawab Elsa yakin.
"Ikut aku!" Marco memegang tangan Elsa dan menghilang dari tempat
itu. Mereka muncul di ruang tengah Elsa yang telah disesaki oleh puluhan orang
berpakaian serba hitam. Papa dan Mamanya menangis di tengah ruang itu menghadap
tubuh yang terbujur kaku di depannya.
"Mama? Papa? Siapa yang meninggal?" tanya Elsa. Tapi mereka tak
sedikitpun mengubrisnya. Air mata Elsa tak kuasa tertahan hingga membasahi
pipinya.
Maya maju ke depan. Elsa duduk di sebelah mayat itu. Dengan perlahan, Elsa
menyibakkan kain putih yang menutupinya.
Deg! Elsa tak mampu menarik nafas lagi ketika tahu siapa yang ada di balik
kain itu. "Tidak! Tidak mungkin aku telah meninggal! Mama! Papa! Elsa
disini. Apa kalian tak dapat melihatku?" Elsa histeris. Tapi tetap tak ada
seorangpun menggubrisnya.
"Kau sudah mati, Elsa!" Marco kembali menyeret Elsa untuk
meninggalkan tempat itu.
Elsa dibawa ke sebuah taman yang tampak indah. Taman itu membuatnya nyaman
dengan Marco yang duduk di sampingnya
"Apa ini surga?" tanya Elsa. Tapi Marco tak menjawabnya. Matanya
menerawang lurus ke depan. Sebelum akhirnya menoleh pada Elsa dan
memperlihatkan sebuah seringai yang mengerikan.
***
"Aaaaarrrrggghh!" Elsa kembali terbangun di ruangan yang serba
putih. Rumah sakit. Tapi Elsa terlalu lemah.
Elsa tak peduli lagi dengan apa yang Elsa hadapi. Elsa tak dapat lagi
membedakan antara mimpi dan nyata. Elsapun memejamkan mata kembali dan tak
berniat untuk terbangun lagi.
~selesai-
No comments:
Post a Comment