Wednesday, February 14, 2018

misteri

Gelap! Elsa tak dapat melihat apapun selain warna hitam. Elsa bingung akan keberadaannya sekarang. Tangannya terus menjulur ke depan berusaha mencari pegangan ataupun dinding yang dapat dipakai sebagai pemandu dalam kegelapan.





Pluk! Kaki Elsa menginjak sesuatu yang cair dan lengket. Elsa mengumpat pelan. Saat itu juga, tangannya juga berhasil memegang sesuatu seperti dinding. Tapi terasa begitu dingin dan berlendir ketika tersentuh tangannya. Walapun merasa jijik, Elsa terus meraba dinding itu berharap menemukan saklar lampu.



Klik!Sebuah lampu menyala terang di tengah ruangan itu. Elsa terpaksa menutup matanya untuk menghindari silaunya nyala lampu itu. Setelah terbiasa dengan cahaya, Elsa menyapukan matanya mengelilingi sudut kamar itu.




Dinding yang berwarna hijau karena lumut yang berselaput lendir membuat perut Elsa terasa mual. Lalu Elsa melihat tangannya yang tadi meraba dinding itu. Lumut dan lendirpun mengotori tangannya. Elsa mundur perlahan menjauhi dinding yang menjijikkan itu.



Pluk! Kakinya kembali menginjak sesuatu yang terasa cair dan lengket. Perlahan, Elsa melihat ke arah kakinya yang menginjak sebuah benda berwarna merah muda dan coklat. Serta... DARAH!





"Aaaaarrrrggghh!" Elsa berteriak ketakutan ketika menyadari bahwa benda yang Elsa injak tadi adalah kulit manusia. Bau anyir segera menusuk hidungnya. Elsa berlari menuju satu-satunya pintu yang ada di ruang itu.





"Huh... Huh... Huh..." nafas Elsa memburu begitu Elsa berhasil keluar dari kamar yang menjijikkan. Tapi Elsa heran, ketika Elsa menjumpai kamarnya setelah berhasil keluar.





"Apa ruangan tadi bagian dari kamarku?" tanya Elsa pada dirinya sendiri. Elsapun berbalik untuk melihat pintu tempat Elsa keluar tadi. Tapi pintu itu telah menghilang. Yang ada hanya dinding warna ungu bermotif tulip.





"Mama? Papa? Dimana kalian?" Elsa mencari orang tuanya keluar kamar. Hening. Tak ada suara apapun yang terdengar. Elsa merasa rumahnya berbeda dari biasanya. 'Sejak kapan rumahku ada lorong yang suram dan gelap seperti ini?' tanya Elsa dalam hati.





Elsa menyusuri lorong panjang itu yang ternyata membawanya menuju dapur. Ada Papa dan Mamanya disana yang sedang duduk menghadap meja makan yang masih kosong. Dengan bahagia, Elsa menghampiri mereka.





"Mama! Papa! Aku merindukan kalian." ucap Elsa sambil memeluk Mamanya. Dingin. Elsa merasa tubuh Mamanya sangat dingin. Elsapun melepaskan pelukannya dan mundur menjauhi sosok yang ada di depannya.





Kedua sosok itu menoleh pada Elsa yang tengah ketakutan. Mereka menyeringai memperlihatkan gigi-giginya yang menghitam. Mata mereka jatuh satu-persatu ke lantai. Menggelinding hingga ke bawah kaki Elsa.





"Peluklah Mamamu, sayang! Hihihi...." ujar sosok itu yang membuat Elsa tak mampu untuk menggerakkan tubuhnya. Elsa terpaksa melihat kejaElsan yang membuatnya terasa mual.





Perlahan sosok itu melepaskan kulit manusia mereka hingga hanya terlihat daging berwarna merah muda dan berlendir. Jantungnya terlihat jelas saat berdetak. Hati, usus, ginjal, dan semua organ dalam dapat terlihat dengan jelas di mata Elsa.





Elsapun akhirnya tidak tahan dengan pemandangan di hadapannya. Elsa memaksakan diri untuk berteriak, sebelum akhirnya Elsa pingsan di depan makhluk menjijikkan itu.





***


"Aaaaarrrrggghh!"





"Hey, Elsa! Kau kenapa berteriak gitu di sini?" Tanya Maya.



"Ma... Maya?" Elsa mengedip-ngedipkan matanya karena tak percaya dengan apa yang baru saja Elsa alami. Elsa kini sedang berada di koridor kampus dengan Maya, sahabatnya. Semua mata menatap heran pada Elsa. Begitu juga dengan Maya. Elsapun menarik tangan Maya agar segera pergi dari tempat itu. Menghindari tatapan yang seolah menganggap dirinya gila.





Setelah sampai di ruangan kelas yang kosong, Elsa menceritakan apa yang baru saja Elsa alami. Maya memperhatikan setiap kata demi kata yang meluncur dari mulut Elsa dengan seksama tanpa sedikitpun memotong kalimatnya.





"Aku takut, Mar. Aku takut...." Elsa memeluk Maya yang membalas pelukannya.





Deg! Jantung Elsa terasa berhenti berdetak ketika menyadari Maya terasa begitu dingin. Sama saat Elsa memeluk Mamanya tadi malam. Elsapun melepaskan pelukannya dan mundur menjauhi Maya.





"Apa makhluk itu seperti ini, Elsa? Hihihi..." Maya menyeringai lebar. Peristiwa tadi terlihat lagi di depan matanya. Gumpalan daging merah muda mengalir ke kaki Elsa. Jantung yang masih berdetak terasa hangat menyentuh kulitnya.





"Tidak mungkin! Tolooong! Siapapun tolong aku!" teriak Elsa yang segera meninggalkan ruangan itu. Koridor terlihat sangat sepi. Tak ada orang lain lagi selain dirinya. Elsapun berlari menuju parkiran.





Perjalanan Elsa menuju parkiran terasa sangat lama. Tak seorangpun yang ia jumpai, bahkan Elsa semakin tidak mengenali tempatnya berpijak sekarang. "Dimana aku?" tanya Elsa lirih.





Elsa merasa begitu lelah dan tak dapat mempercayai apa yang Elsa alami. Elsa bersandar pada dinding. Menelungkupkan tubuhnya dalam Elsam. Elsapun menangis. Elsa ketakutan dalam kesendirian. Hingga akhirnya Elsapun tak sadarkan diri.





***





Kriiiiing.... Bunyi jam weker memekakkan telinga Elsa. Perlahan Elsapun membuka mata dan terbelalak ketika menyadari dimana dirinya sekarang. "Kamar? Bukankah tadi aku sudah ke kampus?" tanya Elsa yang kebingungan.





"Elsa? Kau sudah bangun , sayang?" tanya seseorang dari balik pintu. Elsa tahu siapa pemilik suara itu.





"Sudah, Maa." Jawab Elsa singkat. Suara langkah kaki terdengar menjauhi kamarnya. Elsapun bergegas menyambar handuk dan pergi mandi. Air dingin terasa segar membasahi tubuhnya.





Setelah semuanya siap, Elsa segera turun dan menghampiri orang tuanya di meja makan. Senyuman hangat mereka terasa menyejukkan hati Elsa. Mamanya mengambilkan selembar roti tawar dan mengoleskan selai coklat. Elsa menerima roti itu dan melahapnya dengan cepat.





"Berangkat bareng Dad atau mau bawa mobil sendiri lagi?" tanya Papa menawarkan.





"Bareng Dam aja. Elsa merasa kurang enak badan." ucap Elsa tak bersemangat. Orang tuanya tampak begitu cemas mendengar ucapan Elsa. Mamanya segera menempelkan tangannya pada kening Elsa.





"Ya sudah. Ayo berangkat! Dad tidak mau kamu sampai terlambat." ajak Papanya. Elsa hanya menurut dan memasuki mobil Impala Papanya. Sepanjang perjalanan, mereka hanya Elsam. Elsa sMamak memikirkan mimpinya semalam.





Papa memperhatikan sikap Elsa yang tak seperti biasa. "Kau kenapa sayang?" tanya Papa dengan nada khawatir. Elsa menatap pada Elsa.





"Aku tak apa, Dad." lagi-lagi Elsa hanya menjawab singkat. Papanya semakin merasa khawatir dengan perubahan putri semata wayangnya itu. Dengan satu tangan Elsa mengusap rambut Elsa, sedangkan tangan satunya memegang kemudi.





"DAD! Awas!" teriak Elsa yang melihat seorang bayi di tengah jalan. Papanya segera memutar stir sehingga keluar dari jalan dan menabrak sebuah pohon.





***





Elsa membuka mata. Elsa masih berada di dalam mobil yang berasap. Tapi Elsa tidak menemukan Papanya di balik kemudi. Elsa mengumpat muak. Semua kejaElsan ini membuatnya bingung. Elsa tak bisa lagi membedakan antara mimpi dan kenyataan.





Elsa berusaha keluar dari mobil yang telah remuk itu. Tapi Elsa tak bisa menggerakkan kakinya yang terasa lumpuh. Elsapun berteriak untuk minta tolong. Tapi tak seorangpun menggubrisnya.





Seorang pria tua dengan pakaian serba hitam menuju ke arah Elsa. Elsa berdiri tepat di samping Elsa yang telah lemas. Alam mimpi telah menjeratnya hingga tak mampu lagi untuk kembali ke alam nyata. Pria itu menatap tajam pada Elsa.





"Siapa kamu?" tanya Elsa lemah.





"Aku Marco. Aku ditugaskan untuk menjemputmu ke alam akhirat." ucapnya menjelaskan. Elsa lalu membuat sebuah gambar bintang segienap ditengah lingkaran di atas tanah dan menyuruh Elsa berdiri di tengah gambar itu.





"Kau menipuku, hah? Aku tau itu Devil's trap, perlambang perangkap iblis. Sedangkan aku bukan iblis dan aku juga belum mati!" Elsa berteriak mengelak untuk masuk ke lingkaran itu.





Marco mendengus kesal, "Apa kau yakin bahwa kamu masih hidup?"





"Tentu saja!" jawab Elsa yakin.





"Ikut aku!" Marco memegang tangan Elsa dan menghilang dari tempat itu. Mereka muncul di ruang tengah Elsa yang telah disesaki oleh puluhan orang berpakaian serba hitam. Papa dan Mamanya menangis di tengah ruang itu menghadap tubuh yang terbujur kaku di depannya.





"Mama? Papa? Siapa yang meninggal?" tanya Elsa. Tapi mereka tak sedikitpun mengubrisnya. Air mata Elsa tak kuasa tertahan hingga membasahi pipinya.





Maya maju ke depan. Elsa duduk di sebelah mayat itu. Dengan perlahan, Elsa menyibakkan kain putih yang menutupinya.





Deg! Elsa tak mampu menarik nafas lagi ketika tahu siapa yang ada di balik kain itu. "Tidak! Tidak mungkin aku telah meninggal! Mama! Papa! Elsa disini. Apa kalian tak dapat melihatku?" Elsa histeris. Tapi tetap tak ada seorangpun menggubrisnya.





"Kau sudah mati, Elsa!" Marco kembali menyeret Elsa untuk meninggalkan tempat itu.





Elsa dibawa ke sebuah taman yang tampak indah. Taman itu membuatnya nyaman dengan Marco yang duduk di sampingnya





"Apa ini surga?" tanya Elsa. Tapi Marco tak menjawabnya. Matanya menerawang lurus ke depan. Sebelum akhirnya menoleh pada Elsa dan memperlihatkan sebuah seringai yang mengerikan.





***





"Aaaaarrrrggghh!" Elsa kembali terbangun di ruangan yang serba putih. Rumah sakit. Tapi Elsa terlalu lemah.





Elsa tak peduli lagi dengan apa yang Elsa hadapi. Elsa tak dapat lagi membedakan antara mimpi dan nyata. Elsapun memejamkan mata kembali dan tak berniat untuk terbangun lagi.





~selesai-


No comments:

Post a Comment

Kisah romantis || cerita tentang dia